Tujuan


Jadi dalam tulisan kali ini beta ingin membagikan cerita mengapa beta memilih melanjutkan studi magister di bidang resolusi konflik. 


Ini dimulai saat beta masih kecil di Ambon. Saat itu Konflik Kemanusiaan Ambon 1999 terjadi. Konflik yang mengambil seluruh masa kecil setiap anak-anak di Ambon masa itu. Bukan cuma anak-anak, tetapi juga semua lapisan masyarakat Ambon dan sekitarnya. Saat itu banyak hal buruk terjadi. Mulai dari api dendam yang melahap rumah-rumah harapan dan hati anak-anak harapan. Hampir setiap hari sungai mengalir dari mata air di pipi-pipi manis anak-anak sampai orang tetua. Takut, lari, takut, lari, mata air mengalir sembari dikejar peluru. Begitu saja sampai asa menjadi hilang dan tak berdaya. Sebagai anak yang masih sangat belia, semua hal ini tentu menjadi mimpi buruk yang menghampiri setiap malam. Meski begitu dekapan mama selalu menenangkan. 


Singkat cerita, suatu waktu beta melewati daerah Karang Panjang, tepatnya di samping gereja Imanuel. Dari situ beta menatap indahnya teluk Ambon, sembari melihat asap-asap naik sambil bunyi gentungan tiang listrik. Hal yang sama pun beta lihat dari rumah tua kami di Soya. Meski masih kecil dan belum tahu banyak hal, tapi beta cukup mengerti apa yang terjadi, yakni: kebencian menang. Orang-orang, termasuk beta, memilih benci sebagai penunjuk jalan. Alhasil di jalan-jalan raya, di lorong-lorong, bahkan di dalam rumah harapan takut menjadi rasa yang paling dekat dan melekat. Pasca itu, ingatan-ingatan ketakutani ini menjadi mimpi-mimpi buruk yang menghantui setiap malam. Sekali lagi beta lari ke mama. 


Terlepas dari itu banyak orang bilang kalau beta itu pintar karena punya ingatan yang bagus. Tetapi terkadang memiliki ingatan yang bagus itu juga tidak menyenangkan karena beta terus mengingat setiap detail kejadian ketika rumah-rumah harapan hangus mengublim ke langit. Atau ketika hati-hati kecil anak-anak menjadi amarah yang mengkhianati cinta akan Upuu. Beta masih bisa mengingat hal-hal spesifik dan detail yang terjadi di masa kecil. Dan ini menjengkelkan karena sejujurnya beta ingin melupakan semuanya itu. Sayangnya tidak bisa. 


Karena menyadari bahwa beta tidak bisa melupakan, maka beta memilih untuk mengisi memori baru yang lebih baik yakni, damai. Hal ini dimulai ketika 2012 beta kembali ke beta kampung untuk menghadiri pelantikan Raja Negeri kami. Saat itu beta kaget karena melihat begitu banyak orang-orang yang beta benci turut hadir. Bahkan lebih parahnya lagi mereka turut makan dan tidur bersama. Hal yang mustahil bagi beta terjadi. Orang-orang ini adalah mereka yang dulu membakar beta rumah harapan, dan mengejar beta sampai di dalam mimpi buruk. Ternyata mereka mau makan dan merasa tenang dan aman di samping beta. Saat itu beta menyadari ada kesempatan untuk bisa lelap tanpa takut dilahap oleh benci. Oh iya, orang-orang ini adalah mereka yang disebut Pela.


Kemudian, pulang dari kampung kembali ke rumah di kota Ambon. Beta mengalami perubahan total. Beta ingin buat perubahan dan memastikan agar bisa tidur nyenyak tanpa rasa takut. Beta juga tidak ingin agar anak-anak generasi lanjutan di Ambon merasakan apa yang beta rasakan. Beta ingin anak-anak bisa tidur tanpa bermimpi buruk. Atau jika mereka bermimpi buruk, setidaknya ada peluk mama dan papa yang membuat mereka lelap. Beta juga ingin anak-anak bisa mendengarkan cerita, dongeng, atau kapata leluruh sebelum mereka tidur. Tidak seperti yang beta alami ketika kecil. hihihihi.

Demikian tujuannya.

Pada suatu sore Si Jangkrik sementara berkelana. 


Terbang ke sini lalu ke sana.


Tiba-tiba gerombolan nyamuk terbang dengan cepat membuat Si Jangkrik kaget. 


Gerombolan nyamuk berhenti di depan manusia. 


Mereka lalu berlomba untuk menghisap air merah di tubuh manusia. 


Seketika beberapa ekor nyamuk mati karena ditampar oleh manusia. 



Kemudian Si Jangkrik berkata:

 "terkadang pada saat yang tepat, menyakiti diri sendiri itu berguna dan tepat.



23 Agustus 2018

29 May 2018


Premis 1: lebih baik mati tanpa dendam dari hidup dengan dendam

Premis 2: lebih baik hidup  dengan dendam daripada mati tanpa dendam


Kesimpulan: mengampuni

Kau dari mana?

jalanmu terlalu menjauh

dari Upuu

sampai kau lupa manisnya Tete Manis


Kau kemana?

jalannya itu terlalu jauh

ditambah berduri dan pekat


mae

mae

bale

Upuu sayang sampe


oras dolo kas tinggal anyoo

oras skarang mari tinggal dalang Antua Manis

oras ka muka Antua yang jalang pegang tangang


Brisbane, 31 Maret 2025

 Mama

beta rindu mama

pulang

beta rindu rumah

pangku

beta rindu mama


Brisbane, 29 Maret 2025

 Abba, Ya Bapa

minggu ini hatiku remuk

jiwaku putus

asaku hilang

aku hilang


mae

mae

Upuu


ambil aku

peluk aku

kembalikan aku

di dekap nunusaku

dekapan ina

dekapan ama

dekapan para ana-ana yang kamina


segala hal adalah sesal

segala rasa adalah bebal

segala cinta menjadi haru

segala amarah menjadi biru


rindu

rindu akan hangat ombak di Serimena

biru binar di pulau anyo-anyo

harum rumput dan sagu

harum pala dan cengkeh di air sarohang


mama

mama

mama


Maluku sioo

haru

rindu

biru 

jauh


Jauh

panggayo jauh ka tampa laeng

tampa orang-orang seng saling kanal

beda lautang deng pohong

seng ada sapa

seng ada rasa

gunung deng tana ilang


Jika kemarin beta membahas mengenai sopi, maka kali ini beta ingin membahas mengenai sagu. Sagu yang beta maksud adalah jenis sagu lempeng yang adalah makanan pokok beta leluhur. Pada paragraf ke-dua belas tulisan tentang sopi, beta katakan “dan oleh karena nilai yang luhur, maka yang beta leluhur turunkan itu yang beta lakukan.” Perkataan ini terinspirasi dari alinea ke-tiga Pembukaan UUD NRI 1945, “… dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur…“ Bagian ini, menginspirasi beta untuk makan sagu, karena didorong oleh keinginan luhur dari yang para leluhur turunkan melalui adat istiadat. 

Menurut KBBI luhur artinya 1.tinggi, mulia. Sementara leluhur artinya 1.nenek moyang (yang diluhurkan/dimuliakan, ditinggikan). Jadi, keinginan luhur adalah keinginan yang mulia, yang diturunkan oleh yang tinggi atau yang mulia. Sehingga, bagi beta makan sagu adalah sesuatu yang tinggi dan mulia. Itu yang pertama.

Kemudian  tentang keutungan atau “keluhuran” jika makan sagu. Selama kurang lebih 6 bulan beta lebih banyak  mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok, beta temukan beberapa keutungan dari makan sagu, yakni; (1) lebih banyak makan sayur dan ikan; (2) minum air putih hangat dan panas lebih banyak; (3) mengurangi penggunaan minyak tanah/gas; (4) menghidup industri rumahan; (5) mengurangi konsumsi beras; dan (6) melestarikan budaya.


Mari kita bedah satu persatu manfaatnya. 


(1) Lebih banyak makan sayur. 

Setiap kali memakan sagu terutama di siang dan malam, beta cendrung menghabiskan lebih banyak sayur dan ikan ketimbang saat beta makan nasi. Saat sagu dikunyah di beta mulut, beta tangan tidak berhenti untuk mengambil lauk pauk. Jika beta pikir kembali, mungkin karena rasa hambarnya sagu yang membuat beta lebih ingin makan sayur dan ikan, sehingga ada campuran rasa yang lainnya dalam beta mulut. Tentu jika beta lebih banyak makan sayur dan ikan maka beta lebih sehat, seperti kata dokter. 


(2) minum air putih hangat dan panas lebih banyak. 

Pada dasarnya sagu adalah makanan yang kering. Saking keringnya tekstur sagu dan bentuknya sangat kasar, sehingga sulit untuk dikonsumi secara langsung, tanpa menggunakan air panas. Dan meminum air panas dan air putih hangat, cendrung lebih sehat ketimbang minum minuman dingin. Entah bagaimana tapi beta yakin mengkonsumsi air hangat juga sangat sehat. Beta sehari bisa mengkonsumsi 650 ml air hangat setiap harinya.


(3) mengurangi penggunaan minyak tanah/gas. 

Untuk mengkonsumsi sagu, hanya diperlukan air panas untuk membuat kopi, teh, atau minuman panas lainnnya sebagai penglembek sagu. Sagu sendiri sudah masak sejak dibeli dan tinggal dimakan, tanpa perlu dimasak lagi. Tentu hal ini pasti mengurangi penggunaan minyak tanah/gas. 


(4) menghidup industri rumahan. 

Sejauh ini, dari informasi yang beta tahu, pengelolaan sagu masih tergolong dalam industry rumahan yang sebagain sistem pengelolaannya  masih menggunakan sistem tradisional. Para pengusaha atau petani sagu pasti akan terancam bilamana konsumsi sagu menurun, oleh karena itu dengan sering mengkonsumsi sagu maka para petani atau pengusaha sagu dapat terus melanjutkan bisnis sagunya.


(5) mengurangi konsumsi beras. 

Setidaknya dengan mengkonsumsi sagu beta sudah menghemat kurang lebih 7.5 kg beras per 30 hari (1 bulan). Karena ini sudah enam bulan jadi beta sudah tidak mengkonsumsi beras kurang lebih ada 45 Kg. tentu pasti ada yang bertanya mengapa mendapatkan angka itu? Sederhananya begini, beta mengkonsumsi beras biasanya sebanyak 1 cupa atau sebanyak 250 gr. Kemudian 250 gr dikalikan dengan 30, maka didapatkan 7500 gr atau 7.5 kg. Kemudian 7.5 kg dikalikan dengan 6 bulan sehingga dapatlah 45 kg. Jika beras sebanyak 45 kg ini bisa diberikan kepada daerah lain yang lebih membutuhkan, maka itu lebih baik. Melalui penghematan beras ini juga beta sudah tidak berkontribusi dalam persoalan impor beras dari Negara lain. 


(6) memahami makna menjadi Maluku.

Untuk yang keenam ini, silahkan teman-teman coba makan sagu sebagai makanan pokok selama seminggu. Lalu sebulan, dan kemudian jadi gaya hidup.

Tantui. Menjelang sore menanti senja, beta berhenti sejenak mengistirahatkan kaki. Beta duduk di atas talud setinggi kurang lebih lima puluh meter. Sangat menyenangkan berada di situ. Melihat senja yang masih malu untuk muncul dan memandang teluk ambon yang penuh rayuan. Di bawah talud itu, ada beberapa bocah yang sedang bermain dengan begitu menyenangkan. Kehadiran beta membuat mereka sejenak memperhatikan.

“Om, om polisi?” teriak seorang bocah, “Om bukan polisi!”  


Entah mengapa mereka bertanya begitu. Beta rasa kita harus mengajarkan anak-anak kita untuk tidak melihat orang dari penampilan dan apa yang dipakai.


“Om, om ada belajar?” tanya Si Bocah lagi, setelah buku dan pena beta keluarkan. 


“Tidak, om tidak belajar” spontan beta menjawab.


Spontan beta katakan begitu, karena dalam beta benak, belajar untuk anak-anak hanya tentang pelajaran di sekolah saja. 


“Om, belajar itu di dalam rumah! Bukan di luar!” Mereka tidak mendengar jawaban beta. 


“Belajar itu di mana saja!” beta menjawab dengan spontan. Setelah itu beta terpikir tentang jawaban beta yang tadi, dan menjadi malu, sekaligus disadarkan. Memang kita harus mengajarkan anak-anak kita bahwa belajar itu di mana saja, termasuk dalam tidur.


“Om, om anak sekolah?” tanya Si Bocah lagi. 


“Bukan!”  Jawab beta. 


“Sumpah?!” Balas mereka. 


“Om bukan anak sekolah! Sumpah demi apa?” Si Bocah ngotot. 


“Om, tidak mau sumpah!” Hmm, menurut beta kita harus mengajarkan anak untuk berkata jujur tanpa perlu mengaku dengan paksa, karena kejujuran adalah berkata tanpa dipaksa dan bukan sesuatu yang luar biasa.


Terakhir mereka berkata “om, om paling gagah (tampan)!” 


"Danke!” jawab beta.



Beberapa waktu kemudian beta baru sadar, jarak beta dan mereka sekita empat puluh meter, jadi wajar mereka bilang beta tampan. Karena jarak yang jauh.



Ambon, 27 Februari 2017

Lalu pada suatu saat, terlepas dari ruang dan waktu,  

Ia berbicara:


“Ada tiga manusia yang begitu Aku rindukan. 

Pertama, manusia yang berdosa. 

Kedua, manusia yang percaya. 

Dan ketiga, yang paling Aku rindunkan adalah manusia yang berdosa tetapi percaya.” 


Entah kebetulan apa Si Jangkrik mendengar suara itu. 


Si Jangkrik kebingungan.”Aku tidak mengerti hal ini.” 

Katanya dalam hati.


Dia yang berbicara mendengar perkataan itu. 


Kemudian entah bagaimana angin membawa suara yang mengatakan “ Karena untuk itu Aku datang.”


Ambon, 24 Februari 2017

Anjing, Babi, dan Katak sementara bertentangan.

Anjing : “suaraku lebih dari kalian berdua” Ia kemudian bernyanyi “auuuu, aku adalah anjing yang paling baik, suara itulah yang terbaik dan lebih benar.” 

Babi tidak terima “ngook, suaraku itulah lebih istimewa dan benar” nyanyi Babi. 

Katak tidak terima, lalu ia menyanyi “suaraku lebih spesial daripada semuanya, aku ada katak penyanyi tiap malam sampai pagi dan aku adalah paling benar.”  

Saling menyindir dengan menyanyi, mereka tetap tidak mau kalah satu dan lainnya. Mereka tetap mempertahankan kebenaran mereka.

Lalu, di tengah nyanyian mereka, terdengar suara nyanyian nyaring : “kebenaran sesungguhnya adalah menghargai kebenaran dari tiap nyanyian!” 

Semua terdiam, lalu tersenyum.
Ternyata itu nyanyian si Jangkrik.


Ambon, 20 Februari 2017