Setiap
pecinta badminton pasti mengenal Taufik Hidayat, seorang pebulu tangkis andalan
Indonesia pada eranya. Dulu ketika beta menonton Dia bermain, beta selalu
teringat rivalnya, tidak lain, kalau bukan Lee Chong Wei. Menyaksikan
pertandingan mereka berdua selalu penuh ketegangan, karena keduanya merupakan
atlet yang handal dan diandalkan oleh kedua negaranya masing-masing. Taufik
Hidayat berasal dari Indonesia, dan Lee Chong Wei berasal dari Malaysia.
Malaysia?
Mungkin
jika Lee Chong Wei tidak menggunakan atribut atau tidak mencium bendera
Malaysia dengan bangga, beta pasti tahu saja dia berasal dari Cina atau Korea.
Sejak saat itu beta sering bertanya mengapa di Malaysia, sampai sekarang,
banyak warga negaranya yang keturunan Cina tetap dengan bangga menggunakan nama
Cina mereka, sementara WNI keturunan Cina atau orang Tionghoa di Indonesia
tidak memakai nama Cina mereka?
Pertanyaan
ini menuntun beta kembali mempelajari sejarah. Nyanyi Bob Marley "If you
know your history. Then you would know where you coming from. Then you wouldn't
have to ask me. Who the heck do I think I am?" Jadi ketemulah beta dengan
Keputusan Presiden No 240 tahun 1967 tentang Kebijaksanaan Pokok menyangkut WNI
Keturunan Asing. Pada Pasal 5 Kepres 240/1967 ini, dirumuskan bahwa :
"Khusus terhadap warga Negara Indonesia keturunan asing jang masih memakai
nama Cina diandjurkan mengganti nama-namanja dengan nama Indonesia sesuai
dengan ketentuan jang berlaku."
Rumusan
tersebut mungkin tidak terdengar diskriminatif. Tapi fakta sejarah yang
terjadi, malahan setelah, bahkan sebelum, "penganjuran" itu orang
Tionghoa tetap mendapat diskriminasi, yang cendrung rasis. Baik dalam kebijakan
pemerintah maupun dalam hubungan sosial yang terjadi di masyarakat. Puncak
diskriminasi tersebut mungkin terjadi pada peristiwa Mei '98. Tapi beta tidak
ingin membahas ini, mungkin di tulisan yang lain, yang ingin beta bahas adalah
rumusan Pasal 5 tersebut.
Pertama
tentang makna frasa "WNI keturunan asing yang memakai nama Cina."
Menurut beta rumusan ini tentu mengandung unsur diskriminatif, karena hanya
menyasar pada keturunan Cina, lalu bagaimana dengan keturunan Arab, India,
Jepang, Belanda, bahkan keturunan Surga. Latar belakang apa sehingga hanya
ketururan Cina? Tidak ada penjelasan yang pasti sampai saat ini.
Kedua
frasa "jang masih memakai nama Cina diandjurkan mengganti nama-namanja
dengan nama Indonesia..." Pertanyaan beta adalah memangnya "nama
Indonesia" itu yang bagaimana? Susi Susanti, Wijaya, Handayono,
Tanusudibjo, Alan Budikusuma? Apakah nama-nama yang tadi itu nama Indonesia,
ataukah nama Indonesia yang berasal dari budaya Jawa? Peraturan ini bahkan
peraturan yang lainnya tidak menjelaskan "nama Indonesia" itu yang
seperti bagaimana rupa. (Ketika menulis ini beta jengkel dan resah, karena
kebijakan yang diskriminatif).
Lalu
bagaimana dengan orang Indonesia yang dari tanggal 6 Desember 1967 yang
menggunakan nama-nama, bukan seperti yang di atas, semisal Muhamad, Habibi,
Yusuf, Husein, dan Nur. Atau Lukas, John, Simon, Viktor, Beatrix, Paul, dsb.
Apakah nama-nama tersebut adalah nama Indonesia? Mungkin iya, kalau mereka
terdaftar sebagai WNI, tapi bagi beta kedua kumpulan nama tersebut tidak
berasal dari Indonesia. Kumpulan nama pertama berasal dari budaya Timur Tengah,
dan kumpulan kedua berasal dari budaya Eropa yang juga dipengaruhi dari budaya
Timur Tengah. Lalu nama Indonesia itu sebenarnya yang bagaimana?
Bagaimana
dengan beta nama? Beta nama sendiri dipengaruhi oleh budaya Yunani dan
Portugis. Awalnya ketika beta lahir beta ingin dinamai "Dorkas"
(seorang tokoh perempuan Yunani di Alkitab) karena beta orang tua berpikir
kalau beta perempuan, ternyata beta laki-laki, sehingga "Dorkas"
diubah menjadi "Dorisco". Kata "co" sendiri, menurut beta,
dipengaruhi oleh budaya Portugis yang memiliki nama laki-lakinya kebanyakan
berakhir "co" atau "o". Artinya beta nama dan kebanyakan
orang Indonesia, selain masyarakat suku pedalaman, memiliki nama yang sudah
dipengaruhi oleh berbagai macam budaya. Sebenarnya bukan cuma budaya Eropa dan
Timur Tengah saja, tapi juga budaya Asia lainnya. Lalu mengapa orang Tionghoa
dianjurkan mengganti nama?
Ketiga
atau yang terakhir meskipun Pasal 5 Kepres 240/1967 hanya bersifat penganjuran,
tapi pada faktanya secara sosial Kepres ini bersifat memaksa. Setelah
diterbitkan, orang-orang Tionghoa secara sosial dipaksa untuk mengganti
namanya. Bahkan sampai sekarang ada beberapa orang Tionghoa yang sudah tidak
memberi nama Cina kepada keturunan mereka. Dan ini sangat beta sayangkan, oleh
karena lunturnya kebudayaan dari salah satu bangsa yang turut membangun
Indonesia Merdeka. Nyanyi Bob Marley "If you know your history. Then you
would know where you coming from. Then you wouldn't have to ask me. Who the
heck do I think I am?"
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Nama_Tionghoa
https://peraturan.bkpm.go.id/…/…/batang/KepPres_240_1967.pdf
https://www.hukumonline.com/…/apakah-wni-tidak-boleh-mengg…/
https://www.babynames.net/boy/portuguese
https://id.wikipedia.org/wiki/Nama_Tionghoa
https://peraturan.bkpm.go.id/…/…/batang/KepPres_240_1967.pdf
https://www.hukumonline.com/…/apakah-wni-tidak-boleh-mengg…/
https://www.babynames.net/boy/portuguese
Tidak ada komentar:
Posting Komentar