Bebera
Minggu lalu beta menonton dokumentasi dari Vice tentang How Hindu Nationalism
Threatens India’s Muslims (https://www.youtube.com/watch?v=BMqkG6VMn4o),
dan setelah selesai menontonnya beta merasakan rasa resah yang luar biasa,
akhirnya keresahan itu terjadi pada peristiwa kerusuhan di salah satu kota di
India beberapa saat yang lalu.
Setiap
orang yang mempelajari genosida di Rwanda pasti paham betul peran penting oknum
militer dan oknum pemerintah (elit) dalam memuluskan upaya genosida Rwanda yang
mengakibatkan hampir 1 juta orang mati. Hal yang sama pun terjadi Ambon, ketika
oknum pemerintah dan oknum militer ‘membiarkan’; para jihadis ekstremis ‘berlatih
perang’ di depan Kantor DPR RI; dan senjata serta bahan untuk membuat bom masuk
secara ‘bebas’ di masyarakat (Islam dan Kristen) Ambon, akibatnya terjadilah
konflik yang amat berdarah selama beberapa tahun yang menyisakan luka dan
permasalahan sosial, hukum, dsb, sampai saat ini.
Ketiga
konflik di atas memiliki pola yang sama yakni diawali dengan ujaran kebencian
lalu timbulah kecurigaan, kemudian politisasi identitas, serta yang terakhir
adalah “pembiaran” oleh Pemerintah.
Pertama
terkait dengan ujaran kebencian, ketiga konflik di atas diawali dengan
penghubungan antara permasalahan sosial dan sejarah secara tidak sehat yang
diberitakan, diceritakan, dan didengarkan dengan penuh muatan kebencian.
Misalkan pada konflik Rwanda yang mana salah satunya dimulai dengan siaran-siaran
radio oleh gerakan sayap Intermahwe yang penuh kebencian akan suku Tutsi bahkan
disebut dengan “Kecoa”. Sementara di Maluku dipakai isu BBM, RMS, dan Negara
Islam dll. Sedangkan di India isu yang berkembang sepeti “Make Hindu Great
Again”, fitnahan terhadap kaum Muslim (islamisasi, jihad cinta, pembunuh sapi),
dsb.
Setelah
dan bahkan jauh sebelum ketakutan dan kebenciaan karena kecurigaan akibat dari
ujaran kebencian yang diberitakan, diceritakan, dan dikampanyekan tersebut,
maka beberapa oknum politisi dan masyarakat pendukung kemudian memakai isu
tersebut untuk menaikan popularitas dan elektabilitas mereka demi kepentingan
agar mendapat kekuasaan dan elit dengan cara apa pun. Untuk menyenangi
pendukungnya yang seidentitas, para oknum tersebut akan secara bertahap dan
berkelanjutan mempromosikan “kebanggaan identitas” demi kepentingan mereka.
Misalkan pada kasus di India terjadi penganiayaan sampai pembunuhan masyarakat
Muslim akibat dituduh telah membunuh Sapi yang oleh orang Hindu sangat
disucikan. Hal ini kemudian menjadi semacam “tren” bahkan ada kelompok pemuda
Hindu yang khusus dipersiapakan untuk “menyelamatkan”sapi. Sayangnya kerja
mereka yang menjadikan diri seperti polisi sangat mendiskriminasi komunitas
lain, dan di lain sisi juga oleh pihak kepolisisan mereka mendapat dukungan
karena memiliki suara mayoritas.
Ketika
situasi ini tetap dipertahankan atau tidak diselesaikan secara adil dan merata maka
tinggal menunggu pemicu untuk terjadi pembakaran, pembunuhan, dan melakukan
tindakan lain yang sama biadabnya. Parahnya setelah hal ini terjadi pemerintah
lalu mengatakan “tetap tenang” padahal orang sudah sulit untuk tenang dalam
situasi yang mencekam dan terancam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar